Norwegian
Wood
Haruki
Murakami
Original
title: Noruwei no Mori
Jakarta,
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Penerjemah:
Jonjon Johana; Penyunting: Yul Hamiyati
Cetakan
keenam, Agustus 2015
Ketika
ia mendengar Norwegian Wood karya Beatles, Toru Watanabe terkenang akan Naoko
gadis cinta pertamanya, yang kebetulan juga kekasih mendiang sahabat karibnya,
Kizuki. Serta-merta ia merasa terlempar ke masa-masa kuliah di Tokyo, hampir 20
tahun silam, terhanyut dalam dunia pertemanan yang serba pelik, seks bebas, nafsu-nafsi,
dan rasa hampa hingga ke masa seorang gadis badung, Midori, memasuki
kehidupannya, sehingga ia harus memilih antara masa depan dan masa silam.
Dulu sekali,
sebelum muncul niatan untuk membaca buku terjemahan ini, aku hanya
menduga-duga. Dari judulnya, Norwegian Wood, aku mengira isinya bercerita
tentang hidup seorang tukang kayu atau desainer interior atau apalah. Apeu.
Hingga suatu
hari aku membaca sinopsisnya di Goodreads dan
beberapa blog buku, barulah disitu aku tahu, gak ada tuh tukang kayu-tukang
kayu-an sama sekali. Sebenarnya aku mauuuu sekali baca bukunya Murakami yang
lain, Sputnik Sweetheart dan IQ84 (absolutely ya) tapi kebetulan stoknya lagi
kosong. Ada sih jilid 2 dan 3, tapi yang bener aja dong ya.
Buku ini pun
aku gak beli (ye yeeee), tapi hadiah pas ultah dari seseorang (sebut jangan,
ya?). Dan Norwegian Wood menjadi buku Murakami pertamaku.
Begitu
selesai membaca buku ini, aku cek reviewnya di Goodreads, ternyata komentarnya
seru, hampir seperti instagramnya artis tanah air ajee, ada pro ada kontra.
Yang frontal juga banyaakk. Begini ya, setiap orang punya perspektif punya
sense yang berbeda, dan tentu aja, konsumsi buku yang berbeda. Misalkan seorang
comic lover, dan seorang buku-filosofis freak, ketika diberikan satu novel yang
sama, hasilnya tentu saja beda bu, tapi bukan berarti tidak bisa mendekati.
Ini
aku bicara apa ya? Sorry tadi sore abis ujan-ujanan (trus?) jadi gitu deh wqwq
Kisah dibuka
tokoh utama, yang berada dalam pesawat Boeing 747 dan seketika ingatannya
terlempar ke masa remajanya hampir 20 tahun yang lalu. Ketika Watanabe Toru duduk
di bangku kuliah.
Flashback
Karena Dengar Lagu
Sejak jaman
dahulu kala, aku percaya mendengar lagu tertentu bisa membangkitkan memori
tertentu. Misal dengar lagunya Sorry Sorry-nya Suju, aku tiba-tiba merasa jadi
anak kelas 8 SMP lagi, yang pusingnya paling cuma karena salah roster mapel
(Ekha banget yaampun beb). Sekarang? jangan ditanya plz.
Bukan lagu
aja sih, barang-barang atau kegiatan tertentu juga bisa memancing kita untuk
flashback. Iya kan? Bahkan ada kejadian orang yang menyimpan struk belanjanya
pas ke luar negeri untuk pertama kalinya, ada yang simpan batu dari pulau
favoritnya. Biar apa? Tau sendiri lah.