Selasa, 31 Januari 2017

The Premier of The Fall of The Imam



Kami begitu deg-degan mengetahui bahwa The Fall of The Imam akan menjadi film yang pertama diputar di ELE 2017.


Meski filmnya diproduksi dengan amat sederhana (haha ayolah) tapi sebuah kesenangan dan kehormatan bagi kami bisa menyajikan film ini di hadapan ribuan penonton yang hadir di Auditorium kampus 2 UIN Alauddin Makassar. 

Rasanya setelah menunggu film ini akhirnya tayang, seperti sedang memendam kerinduan akan seseorang *ciaah apaan. 

Film the Fall of The Imam adalah film yang kami adaptasi dari novel karya seorang aktivis feminis mesir, Nawal El Saadawi dengan judul yang sama. Kalau dalam versi Indonesia, judulnya adalah Jatuhnya Sang Imam. 


Sinopsis:

Mundur beberapa tahun silam, ada sebuah kisah tentang seorang saleh, yang disegani dan dijadikan panutan di desa yang ia tinggali. Sebagai desa yang jauh dari peradaban kota, penduduk desa masih sangat tradisional dan menjunjung norma adat dan agama. Bagi penduduk desa, Sang Imam adalah pemimpin dan anjurannya sebagai titah. Termasuk aturan Sang Imam menjalankan tes keperawanan di desa agar penduduknya terhindar dari perbuatan zina.

Di desa yang sama, hidup seorang gadis remaja bersama ibu angkatnya, Zulaika. Tidak ada yang tahu siapa dan dimana orangtuanya. Oleh karenanya ia dinamakan Bintullah, yang artinya putri Tuhan. Siapa yang tahu, seorang gadis muda sepertinya bisa menjadi saksi dan bukti jatuhnya Sang Imam.


Para pemain: 

·        Fitrah Ahmady Amri sebagai Sang Imam
·        Dita sebagai Bintullah
·        Nurul Izmy sebagai Ibu Zulaikha
·        Taswin sebagai imam masjid
·        Andi Ahmad Zahri Nafis sebagai penulis besar
·        Muh Fachri Zulqadri sebagai eksekutor
·        Muhammad Guntur sebagai pengawal 1
·        Syarifuddin sebagai pengawal 2
·        Khaeran Sadri sebagai pengawal 3
·        Agia Linda Ratnasari sebagai istri pertama
·        Nurhidayatillah sebagai istri kedua
·        Ismi Faradhila sebagai istri ketiga
·        Makkawaru sebagai Kate (istri keempat)
·        Muh Yahya Rahman sebagai penghujat
Semua pemain dan figuran tentu saja dari kelas AG34.

Bukannya melankolis ya, tapi serius deh, melihat karya yang dibuat bersama-sama, membuat lega sekaligus terharu, terutama melihat respon penonton *tjiah
Kerja keras terbayarkan, semua kesulitan yang kami hadapi kemarin saat pembuatan film tidak ada apa-apanya dengan kelegaan ini. Huaah *peluk AG34 satu-persatu.

Penasaran dengan trailernya? Ini dia:


  


Oke jujur saja, film ini banyak banyak banyak kekurangannya entah itu dari segi audio, visual, dan segala macamnya. Tapi ada banyak pengalaman yang kami bisa jadikan pelajaran dari sejak itu. Secara cerita pun, ada nilai hidup yang bisa kalian ambil. Cukup itu aja sih.

Terakhir cuma mau bilang, terus berbahagia!

ELE 2017 dan Keriuhan yang Belum Reda



Aurelia-aurita-blog



Sampai berapa lama suatu peristiwa mampu bertahan menjadi bahan obrolan hangat yang seakan tidak ada habisnya untuk dibahas? Satu minggu? Dua Minggu? Entahlah. Hari ini adalah minggu ketiga pasca ELE dan sebelum keriuhannya benar-benar reda dan akhirnya menjadi kenangan pembuka tahun 2017, aku akan menuliskannya sedikit. Ya, sedikit dari banyak sekali cerita yang muncul berkat ELE.

Jadi tahun ini adalah giliran angkatanku untuk menjadi pelaksana Elexhibition. Elexhibition atau biasa juga kami sebut ELE merupakan singkatan dari English Literature Exhibition.

Meski sudah lewat dua minggu yang lalu, tepatnya tanggal 11-12 Januari tapi masih banyak rasa yang tertinggal di perhelatan tahunan anak jurusan Sastra Inggris UIN Alauddin Makassar ini, uhuyy. Oke mungkin bagi beberapa orang yang terlibat, iya seperti itulah.




Tema tahun ini adalah Islamorphosa. Setidaknya sampai dua minggu menjelang hari H. Jadi, saat beberapa bulan sebelumnya kami mengadakan rapat angkatan untuk menentukan tema kegiatan, ada beberapa usulan yang masuk, termasuk aku yang saat itu mengusulkan tema Islamorphosa ini. Sedihnya, banyak yang bingung dengan tema usulanku ini, bahkan saat voting, hanya 4 orang (doang) yang memberikan suara. Bahkan aku mendengar komentar semacam, "bisa gak usulnya jangan yang aneh-aneh begitu?"

And theeeen you know what? Di bulan terakhir persiapan ELE temanya diganti, dan Islamorphosa didapuk jadi tema tahun ini, huh apaan.





ELE bukan hanya pementasan yang wajib kami lakukan atas nama tugas akhir semester lima saja. ELE lebih dari itu. Meski pentasnya (hanya) 2 hari saja di bulan Januari, tapi persiapannya sendiri sudah sejak awal semester lima. Jadi kira-kira ada tiga bulan waktu kami untuk banting tulang mempersiapkan diri.

Panitia ELE terdiri dari perwakilan setiap kelas, sisanya pemain. Entah itu panitia atau bukan, masing-masing berjuang demi kesuksesan acara.