Saya lagi bosan dan bete ya ampun brooo
makanya saya berhasil menulis lagi setelah beberapa minggu blog ubur-ubur
dianggurin. Oh jadi saya menulis cuma kalau lagi bosan doang? Oh jadi menulis
di blog hanya opsi ke sekian sekian gitu? Ya, ya, judge me now.
Tapi tadi saya serius bilang lagi bete. Ah kapan sih Ekha lu gak bete? *ihhaa’
Serius lo ini.
Mau tau karena apa?
Tanyain dong..
Yah? yah?
Serius lo ini.
Mau tau karena apa?
Tanyain dong..
Yah? yah?
Hening..
Dan emang gak penting ditanyakan.
Kita balik ke jalan yang benar ya, topik
pembicaraan yang sebenarnya.
Baiklah, jadi begini ceritanya:
Pernah kah kalian, di suatu hari yang cerah, kalian
menyadari, merenung, hal baik apa yang sudah kalian lakukan untuk orang lain.
Apakah kalian cukup baik untuk diingat di setiap pembicaraan yang menyenangkan,
atau cukup disayangkan bila tidak sempat hadir di suatu pertemuan. Apakah
kalian ini sebakul nasi atau semangkuk acar?
Kemudian pikiran buruk itu datang. Kita
merasa kurang baik, merasa tidak berguna, merasa terpinggirkan, lalu merasa
harus menyalahkan hidup yang tidak adil.
Mungkin itulah yang dirasakan Ralph.
Ralph yang hidup dalam program game, Wreck It
Ralph –err ralat, game Fix It Felix.
Ya, adalah Felix yang menjadi karakter utama
game tersebut, bukan Ralph. Jadi ngapain namanya Ralph yang nampang di judul
game itu.
Tapi Ralph-lah yang menjadi tokoh utama di
film animasi besutan Disney, Wreck It Ralph, bukan Felix.
Ralph adalah lelaki tradisional yang lahir,
besar, dan hidup di hutan. Badannya besar, sesuai dengan tangan besarnya yang
kuat. Baginya, hutan adalah segalanya –segala kebahagian yang bisa kausebutkan,
ibunya, kekasihnya, rumahnya, permatanya, dan pelindungnya.
Kita tahu, sesuatu yang tradisional harus selalu
berusaha keras untuk bertahan. Bertahan di tengah gempuran modernisasi. Dan segera
itulah yang harus diterima Ralph, saat hutan
diinvasi orang-orang kota. Sebuah apartemen dibangun di situ!