Jumat, 06 April 2018

Eceng Gondok di Sungai Sinre’jala




Foto: Ekha



Eceng gondok adalah pemandangan biasa di sungai-sungai kota. Kota dengan segala polusinya, termasuk di sungai yang dihuni banyak sampah, mendukung pertumbuhan tanaman ini. Sungai berlumpur dengan aliran yang tenang karena terhambat sampah-sampah menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan eceng gondok.

 

 

Eceng gondok secara umum dianggap sebagai gulma. Meski anak-anak kecil bisa saja melihat tumbuhan ini sebagai penghias sungai, serupa teratai. Eceng gondok dengan nama Latin Eichhornia Crassipes juga memiliki penyebutan yang berbeda di berbagai daerah, seperti dalam bahasa Makassar disebut capo-capo.

 

Eceng gondok adalah tanaman hidrogami, atau penyerbukannya dibantu oleh air. Selain itu, proses pertumbuhannya sangat cepat dan mudah menyebar menutupi permukaan air, oleh karena itu tanaman ini termasuk gulma yang dapat menghambat oksigen dalam air sehingga mengganggu kehidupan ikan.

 

Tanaman air ini juga menjadi penyebab pendangkalan sungai. Eceng gondok yang mati akan layu dan tenggelam, menumpuk di dasar sungai. Selain itu, permukaan daun eceng gondok yang lebar akan mempercepat penguapan dan mengurangi volume air.

 

Pertumbuhannya yang cepat juga mengganggu lalu lintas air. Seperti yang diutarakan Ibu Milani yang saya temui di depan rumahnya yang langsung menghadap ke sungai. Kadang ada perahu kecil yang menjala ikan di sungai dan langsung dijual di rumah-rumah pinggir sungai, tapi itu kondisional, karena jika sungai tertutupi eceng gondok, nelayan sungai tidak bisa lewat. “Biasanya ada orang menjala di sini baru na jual mi dekat-dekat sini. Kalau tertutup ki eceng gondok kayak begini, lewat saja tidak bisa,” terang Ibu Milani. Jenis ikan yang biasanya terjala adalah ikan nila, ikan gabus, dan ikan air tawar lainnya.