Saya sangat sedih membaca salah
satu artikel di Line Today kemarin. Sangat sedih sekaligus sangat marah. Ada
kasus tewasnya seorang gadis yang baru menginjak usia 21 tahun, di tangan
pacarnya sendiri. Tragisnya, ia dibunuh dalam keadaan hamil 6 bulan setelah
menagih tanggung jawab sang pacar⎻pelaku pembunuhan. Di mana kemanusiaan si
pelaku?
Saya sampai bingung menjelaskan
perasaanku. Kenapa? Bagaimana bisa ia sampai hati melakukannya? Membunuh
seorang perempuan. Dan janin dalam rahimnya⎻yang juga merupakan anaknya.
Kita semua pasti menyimpan
komentar seperti, ”bodoh sekali perempuan itu”, atau “si lelaki mau enaknya
saja”. Ya memang seperti itulah mereka-mereka di mata kita. Korban dan pelaku
sama saja bodohnya.
Kenyataannya sampai saat ini, perempuan
masih terjebak dalam marjinal yang luhur. Bagaimana mereka membiarkan
diperlakukan oleh dominasi, dan bagaimana mereka juga memperlakukan sesama
perempuan dan diri mereka sendiri. Emansipasi biasanya lebih diteriakkan kencang dalam urusan
mencari kerja dan uang.
Beberapa bulan lalu, saya sedang
di perjalanan pulang dari bekerja. Saat itu jalanan pukul 9 malam sangat ramai
karena ada festival Ramadhan dan juga orang-orang yang pulang dari shalat
tarwih. Beberapa meter di depanku, ada seorang perempuan yang kukenali sebagai
adik kelasku di SMK. Ia, sudah beberapa minggu mengenakan jilbab syar’i,
dibonceng vespa oleh pacarnya. Karena ingin menyapa, maka kulajukan motorku
sejajar dengan mereka. Tapi niatku untuk menyapa mereka kutahan. Saya bingung.
Meskipun berjilbab syar’i tidak bisa dihubungkan dengan akhlak seseorang, tapi
bukankan itu berarti saat ia memutuskan untuk mengenakan jilbab panjang
menutupi dirinya, ia ingin melindungi dirinya?
Tapi apa yang coba ia lindungi, jika dibonceng dengan pacar dengan
posisi memeluk erat seperti anak kecil yang takut jatuh dari motor?
Perempuan, adalah makhluk penakut
sekaligus pemberani.
Ia berani melakukan fantasinya
tapi tetap tidak berdaya jika diperhadapkan dengan ancaman resikonya.
Masih
bimbang, sepertinya tulisan ini cukup sekian.
Makassar,
29 Agustus 2017, setelah uap terakhir di cangkir teh pupus.