Kamis, 03 November 2016

Norwegian Wood & Remaja Kepala Dua




Norwegian Wood

Haruki Murakami
Original title: Noruwei no Mori
Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Penerjemah: Jonjon Johana; Penyunting: Yul Hamiyati
Cetakan keenam, Agustus 2015

Ketika ia mendengar Norwegian Wood karya Beatles, Toru Watanabe terkenang akan Naoko gadis cinta pertamanya, yang kebetulan juga kekasih mendiang sahabat karibnya, Kizuki. Serta-merta ia merasa terlempar ke masa-masa kuliah di Tokyo, hampir 20 tahun silam, terhanyut dalam dunia pertemanan yang serba pelik, seks bebas, nafsu-nafsi, dan rasa hampa hingga ke masa seorang gadis badung, Midori, memasuki kehidupannya, sehingga ia harus memilih antara masa depan dan masa silam.



Dulu sekali, sebelum muncul niatan untuk membaca buku terjemahan ini, aku hanya menduga-duga. Dari judulnya, Norwegian Wood, aku mengira isinya bercerita tentang hidup seorang tukang kayu atau desainer interior atau apalah. Apeu.

Hingga suatu hari aku membaca sinopsisnya di Goodreads dan beberapa blog buku, barulah disitu aku tahu, gak ada tuh tukang kayu-tukang kayu-an sama sekali. Sebenarnya aku mauuuu sekali baca bukunya Murakami yang lain, Sputnik Sweetheart dan IQ84 (absolutely ya) tapi kebetulan stoknya lagi kosong. Ada sih jilid 2 dan 3, tapi yang bener aja dong ya. 

Buku ini pun aku gak beli (ye yeeee), tapi hadiah pas ultah dari seseorang (sebut jangan, ya?). Dan Norwegian Wood menjadi buku Murakami pertamaku.

Begitu selesai membaca buku ini, aku cek reviewnya di Goodreads, ternyata komentarnya seru, hampir seperti instagramnya artis tanah air ajee, ada pro ada kontra. Yang frontal juga banyaakk. Begini ya, setiap orang punya perspektif punya sense yang berbeda, dan tentu aja, konsumsi buku yang berbeda. Misalkan seorang comic lover, dan seorang buku-filosofis freak, ketika diberikan satu novel yang sama, hasilnya tentu saja beda bu, tapi bukan berarti tidak bisa mendekati.

Ini aku bicara apa ya? Sorry tadi sore abis ujan-ujanan (trus?) jadi gitu deh wqwq




Kisah dibuka tokoh utama, yang berada dalam pesawat Boeing 747 dan seketika ingatannya terlempar ke masa remajanya hampir 20 tahun yang lalu. Ketika Watanabe Toru duduk di bangku kuliah.

Flashback Karena Dengar Lagu

Sejak jaman dahulu kala, aku percaya mendengar lagu tertentu bisa membangkitkan memori tertentu. Misal dengar lagunya Sorry Sorry-nya Suju, aku tiba-tiba merasa jadi anak kelas 8 SMP lagi, yang pusingnya paling cuma karena salah roster mapel (Ekha banget yaampun beb). Sekarang? jangan ditanya plz.

Bukan lagu aja sih, barang-barang atau kegiatan tertentu juga bisa memancing kita untuk flashback. Iya kan? Bahkan ada kejadian orang yang menyimpan struk belanjanya pas ke luar negeri untuk pertama kalinya, ada yang simpan batu dari pulau favoritnya. Biar apa? Tau sendiri lah.





Itu juga yang dialami oleh Watanabe Toru saat mendengar lagu Norwegian Wood-nya Beatles. Bukan lagu kesukaannya dia sih. Satu-satunya kaitan Norwegian Wood dengan Watanabe karena lagu itu yang mengingatkan dia akan sosok Naoko. Cinta pertamanya.
Dan cinta pertama memang selalu terkenang. Jadi gausah repot-repot melupakan cinta pertama yang (misalnya) gagal. Move on gak perlu melupakan, tapi perkara merelakan #tjiahh. Demi melanjutkan kisah. Demi kelangsungan hidup berwarganegara yang damai.





Naoko, tak lain dan tak bukan adalah pacar mendiang sahabatnya, Kizuki –yang bunuh diri beberapa tahun sebelum ia kuliah. Naoko yang merupakan gadis introvert sejati, sudah sangat dimaklumi kenapa ia akhirnya jalan sama Watanabe. Karena ia hanya nyaman dengan orang-orang dekat tertentu? Bisa jadi ya.

Watanabe sendiri orangnya juga tertutup. Jauh dari kesan supel, suka menyendiri dengan buku-bukunya, dan merenung (oke ini bahasaku saja). Namun karena “kekaleman” itulah Watanabe bertemu dengan beberapa orang unik dengan permasalahannya yang kompleks.

Ada si kopasgat, julukan untuk teman sekamarnya di asrama yang super-bersih dan kaku. Tapi, hmm, oke, mungkin cuma kebetulan saja Watanabe mengenalnya. Sebenarnya sosok si kopasgat ini cukup istimewa. Karena hampir hampir selalu menjadi bahan perbincangan di antara Watanabe dan Naoko.

Midori. Cewek keren yang selalu punya imajinasi liar aneh. Suatu hari Midori tiba-tiba memperkenalkan dirinya pada Watanabe. Dan sejak saat itu, mendengar celetukan Midori selalu diinginkan oleh Watanabe yang hubungannya dengan Naoko sedang di awang-awang.

Nagasawa-san. Senior Watanabe di kampus. Disegani, ada sesuatu yang dibawanya sejak lahir yang membuat orang tertarik dan patuh kepadanya secara alami. Nagasawa-san, meski arogan dan suka main perempuan, adalah orang yang sangat jujur.
Kenapa Nagasawa-san yang populer memilih berteman dengan Watanabe? “..Alasannya sangat sederhana. Nagasawa-san menyukaiku karena sedikit pun aku tidak menaruh kekaguman atau rasa segan kepadanya.” –Hal.46

Hatsumi-san. Pacar Nagasawa-san yang menurutku pemikirannya dewasa, pokoknya tipe perempuan yang dibutuhkan banyak laki-laki. Bahkan meski tahu Nagasawa-san suka main perempuan, ia masih sangat perhatian padanya. Meski akhirnya ia dicampakkan, dan kemudian bunuh diri dua tahun setelah menikah dengan laki-laki lain.

Reiko-san. Teman Naoko di Asrama Ami, semacam tempat rehabilitasi untuk penderita gangguan mental, walau tidak disebutkan secara gamblang, hanya disebutkan sebagai “kemiringan”. Reiko-san sendiri sudah delapan tahun di asrama itu. Ia pernah mengalami trauma beberapa tahun silam, saat ia mengalami pelecehan seksual oleh gadis lesbi berusia 13 tahun, namun ditekan oleh para tetangganya. Hingga ia akhirnya bercerai dengan suaminya.

Ada yang bilang Norwegian Wood ini buku tentang perempuan. Bisa jadi. Naoko yang berjuangan mengatasi kemiringannya dan berharap Watanabe menunggunya pulih. Midori yang mengikat dirinya pada pacarnya namun merasa bebas bersama Watanabe, meski Watanabe selalu bilang ia mencintai gadis lain. Hatsumi-san yang bertahan meski tahu dirinya dikhianati. Dan Reiko-san yang berusaha memulihkan trauma.




Aku sempat iri dengan Watanabe-kun, yang sebelum usia dua-puluhnya dia sudah membaca novel Scott Fitzgerald, The Great Gatsby. Iri oy.

Usiaku sendiri sudah resmi dua-puluh saat membaca buku ini, dan terasa sekali gejolak darah mudanya Watanabe. Diriku turut merasa kesepian dan terombang-ambing.
Meski settingnya sendiri tahun 1967. SEMBILAN BELAS ENAM TUJUH!!! Tapi gambaran pergaulan remaja di kampungnya Haruka sana sudah seperti ini. Wew.

Jujur saja, aku bisa saja setuju pada setiap komentar tentang buku ini. Entah itu pro maupun kontra. Kalau bisa sekali lagi jujur, aku hanya mau membaca buku ini sekali-dua kali saja. Cukup.


Happy or Bad Ending?

Saat menyelesaikan buku ini, mungkin agak sedikit bingung menentukan denouement dari novel ini.

Tapi kalau ditanya pendapat pribadiku, I’ll say it must be a happy ending. why? because I see no reason to assume it either as a bad ending or sad ending.

Oke mungkin akunya yang sotoy. Tapi pada akhirnya, meski kehilangan Naoko, Watanabe tetap melanjutkan hidupnya kan?




Trivia


Pas selesai baca buku ini, I just knew thaaaaat.. Norwegian Wood sudah diadaptasi ke film tahun 2010!

Aku nonton laaaah, penasaran kan.. dan ya gitu.. mood dan tone di buku sama film sama. Sesaat selesai baca (dan nonton filmnya juga), aku masih terbayang-bayang aura sepinya Napoleon, eh itu mah salah satu tokohnya Family Over Flowers di Webtoon ya? Hahaha. Krik. Oke sorry.

Serius. Selama membaca, aku sangat menghayati Watanabe dan Naoko. Karena saya juga agak-agak-agak tertutup orangnya. Kadang gampang nimbrung, kadang masih jadi kambing congek kalau di luar lingkaran. Entah ini akunya kenapa pemirsa, gatau juga.


Suer gatau.



Udah sih, takutnya kalau dilanjut akunya curhat.