Senin, 26 Juni 2017

Pencitraan



Percayalah aku menulis ini tidak disertai perasaan apapun. Dan lagi, yang kubahas di sini bukannya orang yang penting di keseharianku. Dari sini kalian sudah bisa menyimpulkan apakah tulisan ini cukup penting atau tidak. Tapi karena sudah terlanjur di sini, jadi kulanjut saja.

Aku sangat tidak suka dengan orang yang terlalu banyak pencitraan. Seperti kuah sayur bening yang diberi banyak-banyak micin. Aku kira hanya di kehidupan sekolah saja akan banyak ditemui sosok bureng (pemburu ranking, istilahnya begitu). Tapi menjelang semester tua sosok bureng itu terefleksi begitu halus, begitu licin, dan mengecoh. Aku punya cerita, di kelasku, cewek berinisial K ini contohnya. Aku tidak bilang aku membencinya, hanya saja, setiap dia bertingkah, ada rasa-rasa menggelikannya.

Iya, sebenarnya dari jaman maba aku tahu si K ini tipe orang ambisius, tapi  ia cukup pemalu. Pemalu tapi attention seeker at the same time. Kalau ambisius sih tentu bisa jadi motivasi diri dan jadi nilai positif ya, tapi tidak jika tindak tanduk ambisiusme ini sudah berlebihan dan membuatnya cenderung manipulatif. Entah ia beruntung, karena hanya aku dan beberapa orang yang tahu amisnya si K.

Beberapa minggu yang lalu, ada beberapa postingan si K di instagram. Ya, bukan satu tapi beberapa foto dirinya dengan caption yang intinya menyampaikan seperti ini; si K capek kerja tugas terus, apalagi kalau itu tugas kelompok. Dia mengeluh, kenapa yang namanya kerja kelompok harus selalu ia kerjakan seorang diri.  Tapi di saat yang sama ia memberitahu bahwa untunglah ada pacarnya yang membantunya mengerjakan tugas itu (show off). Di postingan lain ia juga beberapa kali menyinggung teman kelompoknya (bukan aku) yang katanya tidak punya perhatian pada tugas kelompoknya. Wah, sungguh usaha pencitraan dengan dragging others down.


Kalau ia memang adalah orang yang ‘peduli’ seperti apa yang ia katakan, maka yang lebih baik ia lakukan adalah menjapri teman-teman kelompoknya atau berdiskusi di kelas. Bukan dengan singgungan di sosmed. Haha siapa aku ini berpikir kaudengarkan.
Mungkin secara kasat si K ini cewek polos, tolong jangan judge seseorang dari tampilan luarnya, haha. Sudah berapa kali ia melakukan gerakan bawah tanah untuk menjatuhkan orang  lain.

Pernah suatu waktu di grup Line ramai, anak-anak kelas berdiskusi tentang wujud tugas analisis film (makul Media & Literature) dan tugas lain-lain. Lalu ada seorang anak yang bertanya pada si K apakah tugas lain-lainnya sudah selesai, si K hanya menjawab belum ia kerjakan, bahkan tugas analisis filmnya belum ia sentuh, katanya. Padahal ya aku tau ia berbohong, tugasnya sudah selesai. Meski dikerjakan oleh pacarnya. Pacar si K ini adalah salah seorang senior di fakultas. Dan mengingat bagaimana si K berpacaran dengan si  senior, cukup menggelikan.

Aku baru tiba di kelas, saat ia langsung duduk di sebelahku dan berbisik. Ia menceritakan bahwa dua hari yang lalu ia resmi berpacaran dengan si senior. Aku hanya tertawa. Baru kemarin ia bilang bahwa ia dilema karena menyukai dua senior yang berbeda. Ia pacaran meski saat itu juga ia mengaku bahwa dirinya mudah untuk jatuh cinta pada cowok. Katanya, pacarnya itu rahasia, dan aku tidak usah cerita ke orang-orang. 

Aku memang tidak pernah bilang ke siapa-siapa. Tapi beberapa minggu kemudian ia mempublikasikannya sendiri di semua sosial medianya. Semua foto profilnya berganti menjadi foto si senior. Lucu sekali. Aku tahu ia sangat senang akhirnya bisa disukai salah seorang senior. Publikasi di sosmed sendiri adalah strategi terbaik yang ia manfaatkan untuk mendongkrak perhatian atau ehmm popularitas. Karena entah ia ingat atau tidak, ia dulu sering bertanya padaku “bagaimana ya caranya jadi populer dan disukai?”, “bagaimana cara dikenal banyak orang?” atau “bagaimana ya rasanya pacaran dengan senior populer?”, yah haha aku ingat sekali. Si K berpacaran dengan senior dan postingan-postingannya di sosmed semoga bisa menjawab semua ambisi si K. Semoga saja ia sadar bahwa pencitraan dengan menjelek-jelekkan orang lain ada efek sampingnya.